Begini Nasib Pelumas Impor saat SNI Diberlakukan

JAKARTA – Rencana pemerintah melalui Kementerian Perindustrian yang akan melakukan pemerataan kualitas produk pelumas yang beredar di Indonesia melalui Standar Nasional Indonesia (SNI), hampir rampung dibahas.
Bahkan dinyatakan Direktur Kimia Hilir Kemenperin, Taufik Bawazier proses pengajuan pemberlakukan SNI yang telah diajukan Februari lalu, dengan proses notifikasi berlangsung selama tiga bulan saat ini tengah berjalan di Biro Hukum Kementerian. Yang artinya dalam waktu dekat seluruh pelumas yang beredar wajib memiliki standar SNI.
Adanya pemberlakuan pelumas SNI sendiri dinilai Perhimpunan Distributor dan Importir Pelumas Indonesia (PERDIPPI) sebagai langkah mengatur kualitas pelumas yang beredar di Indonesia. Sedangkan sejak puluhan tahun, kualitas pelumas yang beredar baik lokal maupun impor telah melalui proses uji kualitas laboratorium Lemigas dengan 14 parameter uji kimia fisika, sebelum diizinkan beredar.
Banyak produk kualitas impor yang juga terkenal baik secara merek maupun kualitas karena telah memiliki standar kualitas international.
“Ada sejumlah alasan yang dijadikan dasar dari penerbitan aturan SNI itu yang bertentangan dengan fakta di lapangan. Sehingga, alasan-alasan yang diungkapkan tersebut tidak berdasar atau bahkan bertentangan dengan realitas yang ada,” papar Ketua Umum PERDIPPI, Paul Toar.
Penerbitan SNI sendiri dilakukan pemerintah mengingat klaim yang menunjukkan pasar pelumas nasional dikuasai produk impor. Hal tersebut dibantah Perdippi dimana berdasarkan data, BUMN Pertamina saat ini masih menguasai 70 persen lebih market share minyak pelumas di Indonesia.
Kedua, tudingan yang dijadikan alasan kedua penerbitan aturan yakni pasar pelumas nasional dikuasai oleh impor juga tidak beralasan. Fakta menunjukan, sampai saat ini perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yakni Pertamina masih menguasai 70% lebih market share minyak pelumas di Indonesia.
Saat ini pelumas impor sampai saat ini, menggunakan regulasi pelumas yang ditetapkan pada tahun 1998 yakni Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) dimana standar SNI juga dimasukan di regulasi itu, tetap berjalan secara stabil.
“Oleh karena itu. Jika nanti ada aturan baru lagi, yakni SNI Wajb Pelumas maka akan terjadi dualisme atauran yakni antara SNI dan NPT. Sehingga akan terjadi kerancuan di pintu masuk bagi bea cukai dan di jalur distribusi untuk kepolisian,” ungkap Paul.
Pemberlakuan pelumas SNI sendiri akan berdampak pada biaya pengurusan yang harus dikeluarkan setiap merek, dimana untuk mendapatkan SNI terdapat biaya sebesar Rp500 juta, hal ini tentu akan memberatkan produsen dalam negeri dengan skala kecil yang sudah berinvestasi triliunan.
“Biaya pengurusan SNI Wajib akan berkisar Rp 500.000.000,- /SKU/4 tahun yang justru akan mematikan produsen dalam negeri yang berskala kecil dan sudah berinvestasi triliunan rupiah,” tuntas Paul.
(muf)
Sumber : https://news.okezone.com/read/2018/08/21/15/1939421/begini-nasib-pelumas-impor-saat-sni-diberlakukan